Kamis, 19 April 2012

DEFINISI HUKUM PERDATA INDONESIA


Hukum di Indonesia terdiri dari berbagai bidang yaitu sebagai berikut :
1. hukum pidana (hukum publik)
2. hukum perdata (hukum pribadi)
3. hukum acara
4. hukum tata negara
5. hukum administrasi negara (hukum tata usaha negara)
6. hukum internasional
7. hukum adat
8. hukum islam
9. hukum agraria
10. hukum bisnis
11. hukum lingkungan.
Pengertian dari Hukum itu sendiri adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan (sifatnya dipaksa) pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi

isi hukum perdata indonesia

Buku Kesatu - Orang Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris. Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili Bab IV - Tentang perkawinan Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya Bab VII - Tentang perjanjian kawin Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda Bab X - Tentang pembubaran perkawinan Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian Bab XVI - Tentang pendewasaan Bab XVII - Tentang pengampuan Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran [sunting]Buku Kedua - Benda/Barang Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga. Buku kedua tentang benda pada saat ini telah banyak berkurang, yaitu dengan telah diaturnya secara terpisah hal-hal yang berkaitan dengan benda (misal dengan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan . Dalam hal telah diatur secara terpisah oleh suatu peraturan perundang-undangan maka dianggap pengaturan mengenai benda didalam BW dianggap tidak berlaku. Bab I - Tentang barang dan pembagiannya Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya Bab III - Tentang hak milik Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga Bab V - Tentang kerja rodi Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan Bab VII - Tentang hak numpang karang Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht) Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan Bab X - Tentang hak pakai hasil Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian Bab XIII - Tentang surat wasiat Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan Bab XX - Tentang gadai Bab XXI - Tentang hipotek [sunting]Buku Ketiga - Perikatan Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan. Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian). Bab I - Tentang perikatan pada umumnya Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang Bab IV - Tentang hapusnya perikatan Bab V - Tentang jual-beli Bab VI - Tentang tukar-menukar Bab VII - Tentang sewa-menyewa Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata) Bab IX - Tentang badan hukum Bab X - Tentang penghibahan Bab XI - Tentang penitipan barang Bab XII - Tentang pinjam-pakai Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening) Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan Bab XVI - Tentang pemberian kuasa Bab XVII - Tentang penanggung Bab XVIII - Tentang perdamaian [sunting]Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement / HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu : a. Surat-surat b. Kesaksian c. Persangkaan d. Pengakuan e. Sumpah Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak. Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi Bab IV - Tentang persangkaan Bab V - Tentang pengakuan Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya

makalah: KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER

makalah: KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER: KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER BUKU PERTAMA BAB PENDAHULUAN PENERAPAN HUKUM PIDANA UMUM Pasal 1 (Diubah dengan UU No 9...

Selasa, 03 April 2012

senandung cinta _ khalil gibran

Puisi Cinta Khalil Gibran Nyanyian Sukma,  Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku, Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.




Senandung Cinta


Jiwa yang terkapar nada rindu mengusik kalbu
Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta
Nada kasih mengalir menembus sukma
Menyentuh batin mengalirkan sayang

Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta
Sungguh...betapa segala resah mendesah
Bimbang mengguncang dalam ketidak-abadian
Untuk siapa nada ini kan menyapa

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER


KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER
BUKU PERTAMA
BAB PENDAHULUAN
PENERAPAN HUKUM PIDANA UMUM
Pasal 1
(Diubah dengan UU No 9 Tahun 1947) Untuk penerapan kitab undang-undang ini berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana umum, termasuk bab kesembilan dari buku pertama Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 2
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Terhadap tindak pidana yang tidak atercantum dalam kitab undang-undang ini, yang dilakukan olehorang-orang yang tunduk pada kekuasan badan-badan peradilan militer, diterapkan hukum pidana umum, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 3
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Ketentuan-ketentusan mengenai tindakan-tindakan yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan di atas kapal (schip) Indonesia atau yang berhubungan dengan itu, diterapkan juga bagi tindakan-tindakan yang dilakukan di atas perahu (vaartuig) Angkatan Perang atau yang berhubungan dengan itu, kecuali jika isi ketentuan-ketentuan tersebut meniadakan penerapan ini, atau tindakan-tindakan tersebut termasuk dalam suatu ketentuan pidana yang lebih berat.
BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA KETENTUAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN