Sabtu, 24 Maret 2012


Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN ANAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umum 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin.
2. Anak Nakal adalah:
a. anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,
baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum
lain yang hidup dan belaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
3. Anak Didik Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat
Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan adalah Anak Didik
Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan dan
Klien Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12
tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
4. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di Rumah Tahanan
Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara atau ditempat tertentu.
5. Penyidik adalah penyidik anak.
6. Penuntut Umum adalah penuntut umum anak.
7. Hakim adalah Hakim anak.
8. Hakim Banding adalah hakim banding anak.
9. Hakim Kasasi adalah hakim kasasi anak.
10. Orang tua asuh adalah orang yang secara nyata mengasuh anak, selaku orang
tua terhadap anak.
11. Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada Balai
Pemasyarakatan yang melakukan Bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
12. Organisasi Sosial Kemasyarakatan adalah organisasi masyarakat yang
mempunyai perhatian khusus kepada masalah Anak Nakal.
13. Penasihat Hukum adalah penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
- 3 -
Pasal 2
Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan
Peradilan Umum.
Pasal 3
Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut Sidang Anak, bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang ini.
Pasal 4
(1) Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah kawin.
(2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang
bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak.
Pasal 5
(1) Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga
melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan oleh Penyidik.
(2) Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dapat dibina oleh orang tua, atau
oang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang
tua, wali atau orang tua asuhnya.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dibina lagi oleh orang tua,
wali atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada
Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing
Kemasyarakatan.
Pasal 6
Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam
Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas.
- 4 -
Pasal 7
(1) Anak yang melakukan pidana bersama-sama dengan orang dewasa diajukan ke
Sidang Anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa.
(2) Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia diajukan ke Sidang Anak, sedangkan Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diajukan ke Mahkamah Militer.
Pasal 8
(1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup.
(2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan, perkara anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dalam sidang terbuka.
(3) Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak
yang bersangkutan beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat
Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
(4) Selain mereka yang disebut dalam ayat (3), orang-orang tertentu atas izin hakim
atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
(5) Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat
sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama
anak, orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.
(6) Putusan pengadilan dalam memeriksa perkara anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
BAB II
HAKIM DAN WEWENANG SIDANG ANAK
Bagian Pertama
Hakim
Pasal 9
Hakim ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul
Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi.
Pasal 10
Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 adalah:
a. telah berpengalaman sebagai hakim di pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum;
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
- 5 -
Pasal 11
(1) Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai
hakim tunggal.
(2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, Ketua Pengadilan Negeri dapat
menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis.
(3) Hakim dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Panitera atau seorang
Panitera Pengganti.
Bagian Kedua
Hakim Banding
Pasal 12
Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas
usul Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.
Pasal 13
Syarat-syarat yag berlaku untuk Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, berlaku
pula untuk Hakim Banding.
Pasal 14
(1) Hakim Banding memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat banding
sebagai hakim tunggal.
(2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, Ketua Pengadilan Tinggi dapat
menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis.
(3) Hakim Banding dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Panitera atau
seorang Panitera Pengganti.
Pasal 15
Ketua Pengadilan Tinggi memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap jalannya
peradilan di dalam daerah hukumnya agar Sidang Anak diselenggarakan sesuai dengan
Undang-undang ini.
Bagian Ketiga
Hakim Kasasi
Pasal 16
Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
- 6 -
Pasal 17
Syarat-syarat yang berlaku untuk Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
berlaku pula untuk Hakim Kasasi.
Pasal 18
(1) Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat kasasi
sebagai hakim tunggal.
(2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, Ketua Mahakamah Agung dapat
menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis.
(3) Hakim kasasi dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh seorang Panitera atau
seorang Panitera Pengganti.
Pasal 19
Pengawas tertinggi atas Sidang Anak dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Bagian Keempat
Peninjauan Kembali
Pasal 20
Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara Anak Nakal yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh anak dan atau orang
tua, wali, orang tua asuh, atau Pensihat hukumnya kepada Mahakamh Agung sesuai
dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku.
Bagian Kelima
Wewenang Sidang Anak
Pasal 21
Sidang Anak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
pidana dalam hal perkara Anak nakal.
BAB III
PIDANA DAN TINDAKAN
Pasal 22
Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan
dalam Undang-undang ini.
- 7 -
Pasal 23
(1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana
tambahan.
(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:
a. pidana penjara;
b. pidana kurungan;
c. pidana denda; atau
d. pidana pengawasan.
(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak
Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan
barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
(4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, orangtua asuh;
b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,pembinaan,
dan latihan kerja; atau
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial
kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran
dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Pasal 25
(1) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
Hakim menjatuhkan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 atau
tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
(2) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b,
Hakim menjatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 26
(1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak nakal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari
maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
(2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut
paling lama 10 (sepuluh) tahun.
- 8 -
(3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang
diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka terhadap Anak
nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf b.
(4) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak
diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup, maka
terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 27
Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman
pidana kurungan bagi orang dewasa.
Pasal 28
(1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak 1/2 (satu
per dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.
(2) Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak
dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.
(3) Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari serta
tidak dilakukan pada malam hari.
Pasal 29
(1) Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.
(3) Syarat umum ialah bahwa Anak Nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi
selama menjalani masa pidana bersyarat.
(4) Syarat khusus ialah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang
ditetapkan dalam putusa hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak.
(5) Masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa pidana
bersyarat bagi syarat umum.
(6) Jangka waktu masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
paling lama 3 (tiga) tahun.
(7) Selama menjalankan masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasan dan
Pembimbing Kemasyarakatan melakukan bimbingan agar Anak Nakal menepati
persyaratan yang telah ditentukan.
- 9 -
(8) Anak Nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Balai
Pemasyarakatan dan berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan.
(9) Selama Anak Nakal berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan dapat mengikuti
pendidikan sekolah.
Pasal 30
(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 2 (dua) tahun.
(2) Apabila terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan Jaksa dan bimbingan
Pembimbing kemasyarakatan.
(3) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1) Anak Nakal yang oleh Hakim diputus untuk diserahkan kepada negara,
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai Anak Negara.
(2) Demi kepnetingan anak, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak dapat
mengajukan izin kepada Menteri Kehakiman agar Anak Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditempatkan di lembaga pendidikan anak yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta.
Pasal 32
Apabila Hakim memutuskan bahwa Anak Nakal wajib mengikuti pendidikan, pembinaan,
dan latihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c, Hakim dalam
keputusannya sekaligus menentukan lembaga tempat pendidikan, pembinaan dan
latihan kerja tersebut dilaksanakan.
BAB IV
PETUGAS KEMASYARAKATAN
Pasal 33
Petugas kemasyarakatan terdiri dari:
a. Pembimbing Kemasyarakatan dari Departemen Kehakiman;
b. Pekerja Sosial dari Departemen Sosial; dan
c. Pekerja Sosial Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan.
- 10 -
Pasal 34
(1) Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a
bertugas:
a. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim
dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar Sidang Anak
dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan;
b. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak nakal yang berdasarkan
putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan,
pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan
kerja, atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga
Pemasyarakatan.
(2) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf b, bertugas
membimbing, membantu, dan mengawasi Anak nakal yang berdasarkan putusan
pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pekerja
Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyrakatan.
Pasal 35
Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) dapat dibantu oleh Pekerja
Sosial Sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c.
Pasal 36
Ketentuan mengenai tugas, kewajiban, dan syarat-syarat bagi Pembimbing
Kemasyrakatan diatur lebih dengan Keputusan Menteri kehakiman.
Pasal 37
Ketentuan mengenai tugas, kewajiban, dan syarat-syarat bagi Pekerja Sosial diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri Sosial.
Pasal 38
Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial harus mempunyai keahlian khusus
sesuai dengan tugas dan kewajibannya atau mempunyai keterampilan teknis dan jiwa
pengabdian di bidang usaha kesejahteraan sosial.
- 11 -
Pasal 39
(1) Pekerja Sosial Sukarela harus mempunyai keahlian atau keterampilan khusus
dan minat untuk membina, membimbing, dan membantu anak demi
kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental, sosial, dan perlindungan
terhadap anak.
(2) Pekerja Sosial Sukarela memberikan laporan kepada Pembimbing
Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap
anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan.
BAB V
ACARA PENGADILAN ANAK
Bagian Pertama
Umum
Pasal 40
Hukum Acara yang berlaku diterapkan pula dalam pengadilan anak, kecuali lain dalam
Undang-undang ini.
Bagian Kedua
Perkara Anak Nakal
Paragraf 1
Penyidikan
Pasal 41
(1) Penyidikan terhadap Anak Nakal, dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
(2) Ssyarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah:
a. telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh
orang dewasa;
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
(3) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada:
a. penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang
dilakukan oleh orang dewasa; atau
b. penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-undang
yang berlaku.
- 12 -
Pasal 42
(1) Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan.
(2) Dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, Penyidik wajib meminta
pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu
juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli
kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.
(3) Proses penyidikan terhadap perkara Anak nakal wajib dirahasiakan.
Paragraf 2
Penangkapan dan Penahanan
Pasal 43
(1) Penangkapan Anak Nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna
kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu) hari.
Pasal 44
(1) Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 41
ayat (1) dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan terhadap anak
yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang
cukup.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalamm ayat (1) hanya berlaku untuk paling
lama 20 (dua puluh) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan Penyidik dapat
diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang, untuk paling lama 10
(sepuluh) hari.
(4) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada
Penuntut Umum.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan
berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
(6) Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di
lingkungan Rumah Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara, atau di
tempat tertentu.
Pasal 45
(1) Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan
kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
- 13 -
(2) Alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dinyatakan
secara tegas dalam surat perintah penahanan.
(3) Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa.
(4) Selama anak ditahan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap
dipenuhi.
Pasal 46
(1) Untuk kepentingan penuntutan, Penuntut Umum berwenang melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 10
(sepuluh) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan Penuntut Umum
dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk paling
lama 15 (lima belas) hari.
(4) Dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari, Penuntut Umum harus
melimpahkan berkas perkara anak kepada pengadilan negeri.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan
berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan negeri, maka tersangka harus
dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 47
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim di sidang pengadilan berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan anak yang sedang diperiksa.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 15 (lima
belas) hari.
(3) jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan
Hakim Banding belum memberkan putusannya, maka anak yang bersangkutan
harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 48
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim Banding di sidang pengadilan
berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan anak yang sedang
diperiksa.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 15 (lima
belas) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Tinggi yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
- 14 -
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan
Hakim belum memberikan putusannya, maka anak yang bersangkutan harus
dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 49
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim Kasasi berwenang mengeluarkan surat
perintah penahanan anak yang sedang diperiksa.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 25 (dua
puluh lima) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua
Mahkamah Agung untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan
Hakim Kasasi belum memberikan putusannya maka anak yang bersangkutan
harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 50
(1) Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan pasal 49, guna kepentingan pemeriksaan,
penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasarkan
alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena tersangka atau terdakwa
menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter.
(2) Perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
untuk paling lama 15 (lima belas) hari, dan dalam hal penahanan tersebut
masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 15 (lima belas) hari.
(3) Perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh:
a. Ketua Pengadilan Negeri dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;
b. Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat pemeriksaan di pengadilan negeri;
c. Ketua Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi.
(4) Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh
tanggung jawab.
(5) Setelah waktu 30 (tiga puluh) hari, walaupun perkara tersebut belum selesai
diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan
dari tahanan demi hukum.
(6) Terhadap perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan kepada:
a. Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;
b. Ketua Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan pengadilan negeri
dan pemeriksaan banding.
- 15 -
Pasal 51
(1) Setiap Anak Nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan
bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu
dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam
Undang-undang ini.
(2) Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan
kepada tersangka dan orang tua, wali, atau orang tua asuh, mengenai hak
memperoleh bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Setiap Anak Nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan langsung
dengan Penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang
berwenang.
Pasal 52
Dalam memberikan bantuan hukum kepada anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (1), Penasihat Hukum berkewajiban memperhatikan kepentingan anak dan
kepentingan umum serta berusaha agar suasana kekeluargaan tetap terpelihara dan
peradilan berjalan lancar.
Paragraf 3
Penuntutan
Pasal 53
(1) Penuntutan terhadap Anak Nakal dilakukan oleh Penuntut Umum, yang
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Jaksa Agung.
(2) Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. telah berpengalaman sebagai Penuntut Umum tindak pidana yang
dilakukan oleh orang dewasa;
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
(3) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penuntutan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada Penuntut Umum yang
melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa.
Pasal 54
Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan
penuntutan, maka ia wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai
dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
- 16 -
Paragraf 4
Pemeriksaan di Sidang pengadilan
Pasal 55
Dalam perkara Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2, Penuntut
Umum, Pensihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali, atau orang tua
asuh dan saksi, wajib hadir dalam Sidang Anak.
Pasal 56
(1) Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing
Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan
mengenai anak yang bersangkutan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berisi:
a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan
b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 57
(1) Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk
umum, terdakwa dipanggil masuk beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh,
Penasihat Hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan.
(2) Selama dalam persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang tua
asuh, Penasihat Hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 58
(1) Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa
dibawa keluar ruang sidang.
(2) Pada waktu pemeriksaan saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), orang
tua, wali, orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan
tetap hadir.
Pasal 59
(1) Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kerja
kepada orang tua, wali, orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal
yang bermanfaat bagi anak.
(2) Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan
laporan penelitian keamsyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan
(3) Putusan Pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
- 17 -
BAB VI
LEMBAGA KEMASYARAKATAN ANAK
Pasal 60
(1) Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak
yang harus terpisah dari orang dewasa.
(2) Anak yang ditempatkan di lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya serta hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 61
(1) Anak Pidana yang belum selesai menjalani pidananya di Lembaga
Pemasyarakatan Anak dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan.
(2) Anak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah mencapai umur
18 (delapan belas) tahun, tetapi ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan
secara terpisah dari yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau
lebih.
Pasal 62
(1) Anak Pidana yang telah menjalani pidana penjara 2/3 (dua per tiga) dari pidana
yang dijatuhkan yang sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan dan berkelakuan
baik, dapat diberikan pembebasan bersyarat.
(2) Anak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di bawah
pengawasan Jaksa dan Pembimbing Kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh
Balai Pemasyarakatan.
(3) Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan
masa percobaan yang lamanya sama dengan sisa pidana yang harus
dijalankannya.
(4) Dalam pembebasan beryarat ditentukan syarat umum dan syarat khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4).
(5) Pengamatan terhadap pelaksanaan bimbingan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dilakukan oleh Tim Pengamat Pemasyarakat.
Pasal 63
Apabila Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak berpendapat bahwa Anak Negara
setelah menjalani masa pendidikannya dalam lembaga paling sedikit 1 (satu) tahun dan
berkelakuan baik sehingga tidak memerlukan pembinaan lagi, Kepala Lembaga
Pemasyarakatan dapat mengajukan permohonan izin kepada Menteri Kehakiman agar
- 18 -
anak tersebut dapat dikeluarkan dari lembaga dengan atau tanpa syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4).
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Perkara Anak nakal yang pada saat berlakunya Undang-undang ini:
a. sudah diperiksa tetapi belum diputus, penyelesaian selanjutnya dilaksanakan
berdasarkan hukum acara yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini;
b. sudah dilimpahkan ke pengadilan negeri tetapi belum diperiksa, penyelesaian
selanjutnya dilaksanakan berdasarkan hukum acara Pengadilan Anak yang
diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 66
Putusan hakim mengenai perkara Anak Nakal yang belum memperoleh kekuatan hukum
tetap, atau yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tetapi belum dilaksanakan
pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, penyelesaian selanjutnya dilaksanakan
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47
Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 68
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Januari 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
- 19 -
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Januari 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 3
- 20 -
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1997
TENTANG
PENGADILAN ANAK
UMUM
Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan
bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka
mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin
serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan
yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan. Dalam berbagai hal
upaya pembinaan dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai
penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang
melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi.
Disamping itu, terdapat pula anak, yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai
kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik, mental, maupun sosial. Karena
keadaan diri yang tidak memadai tersebut, maka baik sengaja maupun tidak sengaja
sering juga anak melakukan tindakan atau perilaku yang dapat merugikan dirinya dan
atau masyarakat. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak
negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang
komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan
gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang
mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan
perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang,
asuhan, bimbingan, dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian
diri, serta pengawasan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret
dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan
perkembangan pribadinya.
Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku Anak
Nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang
khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatannya berdasar
pikiran, perasaan, dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya dapat mempengaruhi
perilakunya. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah Anak Nakal, orang tua dan
masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggungjawab terhadap pembinaan,
pendidikan, dan pengembangan perilaku anak tersebut.
- 21 -
Hubungan antara orang tua dengan anaknya merupakan suatu hubungan yang hakiki,
baik hubungan psikologis, maupun mental spritualnya. Mengingat ciri dan sifat anak
yang khas tersebut, maka dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap Anak
Nakal diusahakan agar anak dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya. Apabila
karena hubungan antara orang tua dan anak kurang baik, atau karena sifat
perbuatannya sangat merugikan masyarakat, sehingga perlu memisahkan anak dari
orang tuanya, hendaklah tetap dipertimbangkan bahwa pemisahan tersebut
semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar.
Di samping pertimbangan tersebut di atas, demi pertumbuhan dan perkembangan
mental anak, perlu ditentkan pembedaan perlakuan di dalam hukum acara dan ancaman
pidananya. Dalam hubungan ini pengaturan pengecualian dari ketentuan yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang lama
pelaksanaan penahannya ditentukan sesuai dengan kepentingan anak dan pembedaan
ancaman pidana bagi anak yang ditentukan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana
yang penjatuhan pidananya ditentukan 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, sedangkan penjatuhan pidana mati dan
pidana penjara seumur hidup tidak diberlakukan terhadap anak.
Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam Undang-undang ini
dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak tersebut agar dapat
menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu pembedaan tersebut
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan
diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, dan
berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-undang ini ditentukan
berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yangmasih berumur 8 (delapan)
tahun sampai 12 (dua belas) tahun hanya dikenakan tindakan, sepeti dikembalikan
kepada orang tuanya, ditempatkan pada organisasi sosial, atau diserahkan kepada
Negara, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur di atas 12 (dua belas)
tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.
Mengingat ciri dan sifat yang khas pada anak dan demi perlindungan terhadap anak,
maka perkara Anak Nakal, wajib disidangkan pada Pengadilan Anak yang berada di
lingkungan Peradilan Umum. Dengan demikian proses peradilan perkara Anak Nakal
dari sejak ditangkap, ditahan, diadili dan pembinaan selanjutnya, wajib dilakukan oleh
pejabat khusus yang benar-benar memahami masalah anak.
Dalam penyelesaian perkara Anak Nakal, Hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil
penelitian ke masyarakat yang dihimpun oleh Pembimbing Kemasyarakatan mengenai
data pribadi maupun keluarga dari anak yang bersangkutan.
Dengan adanya hasil laporan tersebut, diharapkan Hakim dapat memperoleh gambaran
- 22 -
yang tepat untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang
bersangkutan.
Putusan hakim akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya dari anak yang
bersangkutan, oleh sebab itu Hakim harus yakin benar, bahwa putusan yang diambil
akan dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengantar
anak menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga yang
bertanggungjawab bagi kehidupan keluarga, bangsa dan negara.
Untuk lebih memantapkan upaya pembinaan dan pemberian bimbingan bagi Anak Nakal
yang telah diputus oleh Hakim, maka anak tersebut ditampung di Lembaga
Pemasyarakatan Anak. Berbagai pertimbangan tersebut di atas serta dalam rangka
mewujudkan peradilan yang memperhatikan perlindungan dan kepentingan anak, maka
perlu diatur ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan yang khusus
bagi anak dalam lingkungan Peradilan Umum.
Dengan demikian Pengadilan Anak diharapkan memberikan arah yang tepat dalam
pembinaan dan perlindungan terhadap anak.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Sesuai dengan asas praduga tak bersalah, maka seorang Anak nakal
yang sedang dalam proses peradilan tetap dianggap sebagai tidak
bermasalah sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Batas umur 8 (delapan) tahun bagi Anak Nakal untuk dapat diajukan ke
Sidang Anak didasarkan pada pertimbangan sosialogis, psikologis dan
pedagogis, bahwa anak yang belum mencapai 8 (delapan) tahun
dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
- 23 -
Pasal 5
Ayat (1)
Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik terhadap anak
yang melakukan tindak pidana sebelum mencapai umur 8 (delapan)
tahun tetap diterapkan asas praduga tak bersalah.
Penyidikan terhadap anak dilakukan untuk apakah anak melakukan
tindak pidana seorang diri atau ada unsur pengikutsertaan (delneming)
dengan anak yang berumur di atas 8 (delapan) tahun atau dengan orang
dewasa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana
kekeluargaan pada Sidang Anak.
Pasal 7
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menunjukan bahwa
Undang-undang ini memberikan perlakuan khusus terhadap anak, dalam arti
harus ada pemisahan perlakuan terhadap anak dan perlakuan terhadap orang
dewasa, atau terhadap Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam
perkara koneksitas.
Yang dimaksud dengan "Mahkamah Militer" adalah pengadilan di lingkungan
Peradilan Militer.
Pasal 8
Ayat (1)
Pemeriksaan perkara anak dilakukan dalam sidang tertutup untuk
melindungi kepentingan anak.
Ayat (2)
Pada prinsipnya pemeriksaan perkara anak harus dilakukan secara
tertutup. Walaupun demikian dalam hal tertentu dan dipandang perlu,
Hakim dapat menetapkan pemeriksaan perkara dilakukan secara
terbuka, tanpa mengurangi hak anak. Hal tertentu dan dipandang perlu
tersebut antara lain karena sifat dan keadaan perkara harus dilakukan
secara terbuka. Suatu sifat perkara akan diperiksa secara terbuka
misalnya perkara pelanggaran lalu lintas, sedangkan dilihat dari keadaan
perkara misalnya pemeriksaan perkara di tempat kejadian perkara.
- 24 -
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "orang-orang tertentu" antara lain psikolog,
tenaga pendidik, ahli agama, tenaga peneliti, dan mahasiswa yang
mengadakan riset.
Ayat (5)
Tanpa mengurangi hak yang dijamin dalam peraturan
perundang-undangan atau kode etik penyiaran berita, pemberian
mengenai hal yang terkait dengan perkara anak perlu dibatasi. Oleh
karena itu, sejak penyidikan sampai sebelum putusan pengadilan
dijatuhkan, nama pihak-pihak yang terkait dengan perkara anak
digunakan singkatan.
Ayat (6)
Meskipun pemeriksaan perkara Anak Nakal dilakukan dalam sidang
tertutup, namun putusan Hakim sesuai dengan ketentuan yang berlaku
wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan
memahami masalah anak" adalah memahami:
1) pembinaan anak yang meliputi pola asuh keluarga, pola
pembinaan sopan santun, disiplin anak, serta melaksanakan
pendekatan secara efektif, afektif dan simpatik;
2) pertumbuhan dan perkembangan anak; dan
3) berbagai tata nilai yang hidup di masyarakat yang mempengaruhi
kehidupan anak.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "hal tertentu" adalah apabila ancaman pidana
atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5
(lima) tahun dan sulit pembuktiannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
- 25 -
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 11 ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Yang dimaksud dengan "bimbingan" adalah pengarahan dan petunjuk, tanpa
mengurangi kebebasan Hakim dari Ketua Pengadilan Tinggi kepada Hakim di
daerah hukumnya, apabila Hakim tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 11 ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
- 26 -
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembayaran ganti rugi yan dijatuhkan sebagai pidana tambahan
merupakan tanggungjawab dari orang tua atau orang lain yang
menjalankan kekuasaan orang tua.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Meskipun anak dikembalikan kepada orang tua, wali, atau orang
tua asuh, anak tersebut tetap di bawah pengawasan dan
bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan antara lain mengikuti
kegiatan kepramukaan dan lain-lain.
Huruf b
Apabila Hakim berpendapat bahwa orang tua, wali atau orang tua
asuh tidak memberikan pendidikan dan pembinaan yang lebih
baik, maka Hakim dapat menetapkan anak tersebut ditempatkan
di Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja.
Latihan kerja dimaksudkan untuk memberkan bekal keterampilan
kepada anak, misalnya dengan memberikan keterampilan
mengenai pertukangan, pertanian, perbengkelan, tata rias dan
sebagainya sehingga setelah selesai menjalani tindakan dapat
hidup mandiri.
Huruf c
Pada prinsipnya pendidikan, pembinaan dan latihan kerja
diselenggarakan oleh Pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan
Anak atau Departemen Sosial, tetapi dalam kepentingan anak
menghendaki Hakim dapat menetapkan anak yang bersangkutan
diserahkan kepada Organisasi Sosial Kemasyarakatan, seperti
- 27 -
pesantren, panti sosial dan lembaga sosial lainnya dengan
memperhatikan agama anak yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "teguran" adalah peringatan dari Hakim baik
secara langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara
tidak langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, agar
anak tersebut tidak mengulangi perbuatan yang mengakibatkan ia dijatuhi
tindakan.
Yang dimaksud dengan "syarat tambahan" misalnya kewajiban untuk
melapor secara periodik kepada Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 25
Dalam menentukan pidana atau tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak,
Hakim memperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang
dilakukan oleh anak yang bersangkutan. Di samping itu Hakim juga wajib
memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali. atau
orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga dan keadaan lingkungannya.
Demikian pula, Hakim wajib memperhatikan laporan Pembimbing
Kemasyarakatan
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "maksimum ancaman pidana penjara bagi orang
dewasa" adalah maksimum ancaman pidana penjara terhadap tindak
pidana yang dilakukan sesuai dengan yang ditentukan dalam Kitab
Undang-undang Pidana atau Undang-undang lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan "maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa"
adalah maksimum ancaman pidana kurungan terhadap tindak pidana yang
dilakukan sesuai dengan yang ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana atau Undang-undang lainnya.
- 28 -
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "maksimum ancaman pidana denda bagi orang
dewasa adalah maksimum ancaman pidana denda terhadap tindak
pidana yang dilakukan sesuai dengan yang ditentukan dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana atau Undang-undang lainnya.
Ayat (2)
Wajib latihan kerja dimaksudkan sebagai pengganti pidana denda yang
sekaligus untuk mendidik anak yang bersangkutan agar memiliki
keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "syarat khusus" antara lain tidak boleh
mengemudikan kendaraan bermotor atau diwajibkan mengikuti kegiatan
yang di programkan Balai Pemasyarakatan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Yang dimaksud dengan "pendidikan sekolah" adalah pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 30
Yang dimaksud dengan "pidana pengawasan" adalah pidana yang khusus
dikenakan untuk anak, yakni pengawasan yang dilakukan oleh Jaksa terhadap
perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak tersebut, dan
pemberian bimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
- 29 -
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Demi kepentingan anak, Kepala Lembaga Pemasyarakatan diberikan
kewenangan untuk memindahkan Anak Negara dari Lembaga
Pemasyarakatan Anak ke lembaga pendidikan anak yang
diselenggarakan Pemerintah atau swasta dengan memperhatikan agama
anak yang bersangkutan. Pemberian kewenangan ini didasarkan pada
pertimbangan karena Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak
mengetahui dengan baik mengenai perkembangan anak selama
mengalami pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, serta
pembinaan Anak Negara selanjutnya. Namun, kewenangan untuk
memindahkan Anak Negara ini harus mendapat izin terlebih dahulu dari
Menteri Kehakiman.
Yang dimaksud dengan "lembaga pendidikan anak" adalah setiap
lembaga yang menyelenggarakan kegiatan dalam rangka memberikan
pendidikan kepada anak, baik jasmani, rohani, maupun sosial anak.
Pasal 32
Keharusan mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja, khusus
dikenakan kepada Anak Nakal yang tidak atau kurang mengenal disiplin dan
ketertiban dalam kehidupan sehari-hari.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
- 30 -
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Lihat penjelasan Pasal 10 huruf b
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "hal tertentu" adalah dalam hal belum terdapat
penyidik anak yang persyaratan pengangkatannya sebagaimana
ditentukan dalam Undang-udang ini.
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar penyidikan tetap dapat
dilaksanakan, walaupun di daerah tersebut belum ada penunjukan
penyidik anak, sedangkan penyidik lain dalam huruf b adalah Penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang yang
berlaku.
Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dalam suasana kekeluargaan" antara lain pada
waktu memeriksa tersangka, Penyidik tidak memakai pakaian dinas dan
melakukan pendekatan secara efektif, afektif, dan simpatik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "1 (satu) hari" adalah satu kali 24 (dua puluh
empat) jam.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
- 31 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "tempat khusus" adalah tempat penahanan yang
secara khusus diperuntukkan bagi anak, yang terpisah dari tahanan
orang dewasa. Apabila di dalam suatu daerah belum terdapat Rumah
tahanan negara atau cabang Rumah Tahanan Negara, atau apabila di
kedua tempat tahanan di atas sudah penuh, maka penahanan terhadap
anak dapat dilaksanakan di tempat tertentu lainnya dengan tetap
memperhatikan kepentingan pemeriksaan perkara dan kepentingan anak.
Pasal 45
Ayat (1)
Pada dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan,
namun penahanan terhadap anak harus pula memperhatikan
kepentingan anak yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan
anak, baik fisik, mental, maupun sosial anak dan kepentingan
masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Kebutuhan rohani anak termasuk kebutuhan intelektual anak.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kepentingan pemeriksaan" adalah kepentingan
pemeriksaan dalam rangka penuntutan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
- 32 -
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini tidak mengurangi hak orang tua , wali, orang tua asuh, atau
petugas kemasyarakatan untuk berhubungan langsung dengan anak
yang ditangkap atau ditahan.
Pasal 52
Dalam melaksanakan kewajiban ini, Penasihat Hukum memperhatikan pula
pendapat petugas kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Lihat penjelasan Pasal 10 huruf b.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "hal tertentu" adalah dalam hal belum terdapat
penuntut umum anak yang persyaratan pengangkatannya sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang ini. Ketentuan dalam ayat ini
dimaksudkan agar penuntutan tetap dapat dilaksanakan, walaupun di
daerah tersebut belum ada penunjukan penuntut umum anak.
Pasal 54
Cukup jelas
- 33 -
Pasal 55
Meskipun pada prinsipnya tindak Pidana merupakan tanggung jawab terdakwa
sendiri, tetapi karena dalam hal ini terdakwanya adalah anak, maka tidak dapat
dipisahkan dengan kehadiran orang tua, wali, atau orang tua asuh.
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sebelum sidang dibuka" adalah sebelum sidang
secara resmi dibuka. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi cukup
waktu bagi Hakim untuk mempelajari laporan penelitian kemasyarakatan,
karena itu laporan tersebut tidak diberikan pada saat menjelang sidang
melainkan beberapa waktu sebelumnya.
Hakim wajib meminta penjelasan kepada pembimbing Kemasyarakatan
atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk
mendapatkan data yang lebih lengkap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Terdakwa dibawa ke luar sidang dimaksudkan untuk menghindari adanya
hal yang mempengaruhi jiwa anak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "wajib" dalam ayat ini adalah apabila ketentuan
ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Apabila di dalam suatu daerah belum terdapat Lembaga pemasyarakatan
Anak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, maka Anak Didik Pemasyarakatan dapat
- 34 -
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan yang penempatnnya terpisah
dari orang dewasa.
Ayat (2)
Hal yang diperoleh Anak Didik Pemasyarakatan selama ditempatkan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak sesuai dengan ketentuan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam
pemberian hak tersebut tetap perlu diperhatikan pembinaan bagi nak
yang bersangkutan antara lain mengenai pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik, mental, maupun sosial anak.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penempatan Anak Pidana di lembaga Pemasyarakatan dilakukan dengan
menyediakan blok tertentu bagi mereka yang telah mencapai umur 18
(delapan belas) tahun sampai 21 (dua puluh satu) tahun.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Untuk mengeluarkan anak dari Lembaga Pemasyarakatan Anak diperlukan izin
dari Menteri Kehakiman, agar mengenai masalah tersebut dapat dilaksanakan
dengan tertib.
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3668

MAKALAH STUDY ISLAM (AQIDAH) “THAHARAH (BERSUCI)”


MAKALAH STUDY ISLAM (AQIDAH)
“THAHARAH (BERSUCI)”
DISUSUN
OLEH:
NAMA:MIFA AL-FAHMI
NPM:0906200341

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/46/PBI/2005 TENTANG AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA


PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
GUBERNUR BANK INDONESIA

Menimbang:
a.      bahwa perbankan syariah harus senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat baik dari aspek finansial maupun kesesuaian terhadap prinsip syariah yang menjadi dasar operasinya;
b.      bahwa setiap pelaku dalam industri perbankan syariah, termasuk pengelola bank/pemilik dana/pengguna dana, serta otoritas pengawas harus memiliki kesamaan cara pandang terhadap Akad-Akad produk penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah;
c.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam Peraturan Bank Indonesia;

Mengingat:
1.      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Negara         Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);


MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH




BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini dengan:
1.      Bank adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.
2.      Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998;
3.      Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara Bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip Syariah;
4.      Wadi’ah adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
5.      Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
6.      Musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/ modal berdasarkan bagian dana/ modal masing-masing.
7.      Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.
8.      Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
9.      Istishna' adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
10. Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa;
11. Qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.



Pasal 2
(1)  Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana Bank wajib membuat Akad sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2)  Dalam Akad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditegaskan jenis transaksi syariah yang digunakan.
(3)  Transaksi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengandung unsur gharar, maysir, riba, zalim, risywah, barang haram dan maksiat.

BAB II
PERSYARATAN AKAD PENGHIMPUNAN
DAN PENYALURAN DANA

Bagian Pertama
Penghimpunan Dana

Pasal 3
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atau tabungan berdasarkan Wadi'ah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana titipan;
b.      dana titipan disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
c.      dana titipan dapat diambil setiap saat;
d.      tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
e.      Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.

Pasal 4
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib);
b.      Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan Akad Mudharabah dengan pihak lain;
c.      modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah nominalnya;
d.      nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening;
e.      pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam Akad pembukaan rekening.
f.       pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir bulan laporan.
g.      Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; dan
h.      Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Pasal 5
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana;
b.      dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
c.      pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah;
d.      pada Akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening;
e.      nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan;
f.       Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan atau deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;
g.      Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan
h.      Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Penyaluran Dana
Paragraf 1
Penyaluran Dana Berdasarkan Mudharabah dan Musyarakah

Pasal 6
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      Bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh, dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha;
b.      jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
c.      Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
d.      pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e.      dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai harus dinyatakan jumlahnya;
f.       dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar;
g.      pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
h.      Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha;
i.        nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
j.        nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;
k.      pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing);
l.        pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib sesuai dengan laporan hasil usaha dari usaha mudharib;
m.    dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha yang dibiayai Bank, maka berlaku ketentuan;
(i). nasabah bertindak sebagai mitra usaha dan mudharib;
(ii). atas keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha yang dibiayai tersebut, maka nasabah mengambil bagian keuntungan dari porsi modalnya, sisa keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara Bank dan nasabah;
n.      pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah;
o.      Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam Akad karena kelalaian dan/atau kecurangan.

Pasal 7
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Mudharabah muqayyadah (restricted investment) berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
a.      Bank bertindak sebagai agen penyalur dana investor (channelling agent) kepada nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk kegiatan usaha dengan persyaratan dan jenis kegiatan usaha yang ditentukan oleh investor;
a.      jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank;
b.      Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
c.      pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
d.      dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai dengan harga perolehan atau harga pasar;
e.      Bank sebagai agen penyaluran dana dapat menerima fee (imbalan) yang perhitungannya diserahkan kepada kesepakatan para pihak;
f.       pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati antara investor dan nasabah;
g.      Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor tidak menanggung risiko kerugian usaha yang dibiayai; dan
h.      investor sebagai pemilik dana Mudharabah muqayyadah menanggung seluruh risiko kerugian kegiatan usaha kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha.

Pasal 8
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;
b.      nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati;
c.      Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah untuk mengelola usaha;
d.      pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e.      dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan;
f.       jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
g.      biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan;
h.      pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
i.        Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian dari salah satu pihak;
j.        nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
k.      nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;
l.        pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung atau rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing);
m.    pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan keuangan nasabah;
n.      pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha; dan
o.      Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam Akad karena kelalaian dan atau kecurangan.


Paragraf 2
Penyaluran Dana Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna’

Pasal 9
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang.
b.      jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
c.      Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;
d.      dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank;
e.      Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah;
f.       Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang yang dibiayai Bank;
g.      kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak berubah selama periode Akad;
h.      Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional.
(2)  Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai
berikut :
a.      dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah;
b.      dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Pasal 10
(1)  Dalam pembiayaan Murabahah Bank dapat memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran hanya kepada nasabah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
(2)  Besar potongan Murabahah kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan dalam Akad dan diserahkan kepada kebijakan Bank.

Pasal 11
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b.      pembayaran harga oleh Bank kepada nasabah harus dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati
c.      pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan kewajiban nasabah kepada Bank ;
d.      alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
e.      Bank sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima;
f.       dalam rangka meyakinkan bahwa penjual dapat menyerahkan barang sesuai kesepakatan maka Bank dapat meminta jaminan pihak ketiga sesuai ketentuan yang berlaku; dan
g.      Bank hanya dapat memperoleh keuntungan atau kerugian pada saat barang yang dibeli Bank telah dijual kepada pihak lain, kecuali terdapat perubahan harga pasar terhadap harga perolehan, sebelum barang dijual kepada pihak lain.
(2)  Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka Bank memiliki pilihan untuk :
a.      membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana hak Bank;
b.      menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c.      meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula;
(3)  dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;
(4)  dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 12
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank sebagai pembeli dalam Akad Salam dapat membuat Akad Salam paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai penjual;
b.      kewajiban dan hak dalam kedua Akad Salam tersebut harus terpisah;
c.      Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Salam tidak boleh tergantung pada Akad Salam lainnya;
d.      Bank yang bertindak sebagai penjual dalam Akad Salam paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam Akad Salam tidak memenuhi Akad Salam;
e.      Bank menjual barang kepada nasabah pemesan dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
f.       pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati;
g.      dalam hal pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad Murabahah;
h.      pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan kewajiban Bank kepada nasabah;
i.        alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
j.        nasabah sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima;
k.      dalam rangka meyakinkan Bank dapat menyerahkan barang sesuai kesepakatan, maka nasabah dapat meminta jaminan pihak ketiga sesuai ketentuan yang berlaku.
(2)  Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah memiliki pilihan untuk:
a.      membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana hak nasabah;
b.      menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c.      meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula;
(3)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;
(4)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 13
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'  berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank menjual barang kepada nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b.      pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang nasabah kepada Bank;
c.      alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
d.      pembayaran oleh nasabah selaku pembeli kepada Bank dilakukan secara bertahap atau sesuai kesepakatan;
(2)  Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah memiliki pilihan untuk:
a.      membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana kepada Bank;
b.      menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c.      meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula;
(3)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara nasabah dengan Bank;
(4)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka nasabah tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 14
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna' paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank sebagai penjual dalam Akad Istishna’ dapat membuat Akad Istishna' paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai pembeli;
b.      kewajiban dan hak dalam kedua Akad Istishna’ tersebut harus terpisah;
c.      pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istishna’ tidak boleh tergantung pada Akad Istishna’ paralel atau sebaliknya;
d.      dalam hal Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam Akad Istishna' paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam Akad Istishna’ tidak memenuhi Akad Istishna’;
e.      Dalam hal pembayaran dilakukan secara angsuran, harus dilakukan secara proporsional.
(2)  Ketentuan Istishna’ berlaku pula pada Istishna’ Paralel sebagai berikut :
a.      Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b.      pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang nasabah kepada Bank;
c.      alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
d.      pembayaran oleh Bank selaku pembeli kepada nasabah dilakukan secara bertahap atau sesuai kesepakatan;
e.      dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga;
f.       dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka Bank tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).








Paragraf 3
Penyaluran dana berdasarkan Akad Ijarah, Ijarah muntahiya bitamlik
dan Qardh

Pasal 15
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi sewa menyewa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b.      objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka waktunya;
c.      Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang sewa sesuai kesepakatan;
d.      Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang sifatnya materiil dan struktural sesuai kesepakatan;
e.      Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan disewa oleh nasabah;
f.       nasabah wajib membayar sewa secara tunai, menjaga keutuhan barang sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan kesepakatan;
g.      nasabah tidak bertanggungjawab atas kerusakan barang sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah ;

Pasal 16
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan berdasarkan Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut
a.      IMBT harus disepakati ketika Akad Ijarah ditandatangani dan kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Akad Ijarah dimaksud;
b.      pelaksanaan IMBT hanya dapat dilakukan setelah Akad Ijarah dipenuhi;
c.      Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa kepada nasabah berdasarkan hibah, pada akhir periode perjanjian sewa;
d.      pengalihan kepemilikan barang sewa kepada penyewa dituangkan dalam Akad tersendiri setelah masa Ijarah selesai;
(2)  Ketentuan Ijarah berlaku pula pada Akad IMBT sebagai berikut :
a.      Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b.      objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka waktunya;
c.      Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang sewa sesuai kesepakatan;
d.      Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang sifatnya materiil dan struktural sesuai kesepakatan;
e.      Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan disewa oleh nasabah;
f.       nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga keutuhan barang sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan kesepakatan;
g.      nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang sewa yangterjadi bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah;

Pasal 17
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi multijasa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenaga kerjaan dan kepariwisataan;
b.      dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee;
c.      besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.

Pasal 18
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pinjaman dana berdasarkan Qardh
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dapat memberikan pinjaman Qardh untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b.      nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok pinjaman Qardh yang diterima pada waktu yang telah disepakati;
c.      Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi sehubungan dengan pemberian pinjaman Qardh;
d.      nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada Bank selama tidak diperjanjikan dalam Akad;
e.      dalam hal nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati karena nasabah tidak mampu, maka Bank dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian atau menghapus buku sebagian atau seluruh pinjaman nasabah atas beban kerugian Bank;
f.       dalam hal nasabah digolongkan mampu dan tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka Bank dapat menjatuhkan sanksi kewajiban pembayaran atas kelambatan pembayaran atau menjual agunan nasabah untuk menutup kewajiban pinjaman nasabah;
g.      sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat sosial dapat berasal dari modal, keuntungan yang disisihkan dan dari dana infak;
h.      sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat talangan dana komersial jangka pendek (short term financing) diperbolehkan dari Dana Pihak Ketiga yang bersifat investasi sepanjang tidak merugikan kepentingan nasabah pemilik dana;

Bagian Ketiga
Ketentuan Ganti Rugi (Ta’widh)

Pasal 19
Ketentuan Ganti Rugi (Ta'widh) dalam Pembiayaan:
a.      Bank dapat mengenakan ganti rugi (ta`widh) hanya atas kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas kepada nasabah yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan Akad dan mengakibatkan kerugian pada Bank;
b.      Besar ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan Bank adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang berkaitan dengan upaya Bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah);
c.      ganti rugi hanya boleh dikenakan pada Akad Ijarah dan Akad yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti Salam, Istishna’ serta Murabahah, yang pembayarannya dilakukan tidak secara tunai;
d.      ganti rugi dalam Akad Mudharabah dan Musyarakah, hanya boleh dikenakan Bank sebagai shahibul maal apabila bagian keuntungan Bank yang sudah jelas tidak dibayarkan oleh nasabah sebagai mudharib;
e.      klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam Akad dan dipahami oleh nasabah; dan
f.       Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Bank dengan nasabah.

BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA BANK
DAN NASABAH

Pasal 20
(1)  Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diperjanjikan dalam Akad atau jika terjadi perselisihan di antara Bank dan Nasabah maka upaya penyelesaian dilakukan melalui musyawarah;
(2)  Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa atau badan arbitrase Syariah;
BAB IV
SANKSI

Pasal 21
(1)  Bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa:
a.      teguran tertulis;
b.      penurunan tingkat kesehatan; dan atau
c.      penggantian pengurus.
(2)  Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak melaksanakan pengawasan terkait dengan pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa:
a.      teguran tertulis; dan atau
b.      pencabutan izin usaha UUS.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22
Akad-Akad Bank yang telah jatuh tempo dan akan diperpanjang wajib disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal : 14 November 2005












GUBERNUR BANK INDONESIA,
BURHANUDDIN ABDULLAH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 124
DPbS
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK NDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG
MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
UMUM

Sejalan dengan perkembangan pesat industri perbankan syariah dimungkinkan pula adanya berbagai penafsiran dalam penyusunan Akad produk dan jasa bank syariah yang dapat menimbulkan iklim usaha yang kurang kondusif bagi bank syariah dan ketidak pastian bagi para pihak terkait dan stakeholders lainnya. Dengan demikian diperlukan pengaturan Akad penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Dengan adanya ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan yang pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat. Selain itu, kejelasan Akad akan membantu operasional bank sehingga menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak termasuk bagi pengawas dan auditor bank syariah. Ketentuan persyaratan minimum Akad ini disusun berpedoman kepada fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional dengan memberikan penjelasan penjelasan lebih rinci aspek teknis perbankan guna menyediakan landasan hukum yang cukup memadai bagi para pihak yang berkepentingan. Ketentuan persyaratan minimum Akad ini mengikuti proses yang berkesinambungan (evolving process) dengan memperhatikan perubahan dan perkembangan kondisi regulasi dan sistem perundangan yang berlaku Prinsip-prinsip umum yang diatur dalam ketentuan persyaratan minimum Akad ini meliputi antara lain prinsip transparansi produk dan jasa dalam upaya mewujudkan bank syariah yang penuh integritas dan amanah, asas keberlakuan secara universal sehingga bank syariah dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat, dan pengutamaan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah secara musyawarah, memenuhi rasa keadilan dan efisiensi biaya dalam penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase syariah.






PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai dengan angka 11
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jenis transaksi syariah yang maksud adalah
Wadi’ah, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’,
Ijarah dan Qardh.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan: "Gharar" adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan. "Maysir" adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untunguntungan atau spekulatif yang tinggi. "Riba" adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan ajaran Islam. "Zalim" adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan pihak lain. "Risywah" adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi.
"Barang haram dan maksiat" adalah barang atau fasilitas yang dilarang dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Huruf a sampai dengan huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "biaya operasional" adalah biaya yang berkaitan langsung dengan fasilitas pengelolaan rekening nasabah misalnya biaya kartu ATM, cetak buku/cek/bilyet giro, cetak laporan traksaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas




Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan Mudharabah dalam pengaturan pasal ini adalah Mudharabah mutlaqah.
Huruf b sampai dengan huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Harga pasar digunakan untuk barang yang telah dimiliki oleh Bank atau bukan pengadaan baru. Nasabah mengembalikan dana Bank sebesar nilai nominal yang ditetapkan berdasarkan nilai perolehan atau nilai pasar pada saat Akad.
Huruf g sampai dengan huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf m sampai dengan huruf o
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Huruf a sampai dengan huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf n dan huruf o
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari Akad Murabahah. Yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik Bank dalam wakalah pada Akad Murabahah adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan kuitansi pembelian.
Huruf e sampai dengan huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Angsuran secara proposional adalah angsuran yang ditetapkan Bank secara proposional antara harga pokok dan marjin, serta jangka waktu angsuran. Contoh :
_ Harga pokok mesin Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
_ Marjin Rp2.000.000,- (dua juta rupiah)
_ Jangka waktu angsuran = 12 (dua belas) bulan
_ Angsuran nasabah Rp12.000.000,-/12 = Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah)
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan membayar adalah nasabah yang kegiatan usahanya terkena dampak bencana alam atau krisis perekonomian yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah sebagai krisis nasional. Pemotongan kewajiban pembayaran ditetapkan berdasarkan kebijakan Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah hasil pertanian dan atau hasil tambang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pembayaran secara penuh pada saat Akad adalah pembayaran segera setelah Akad disepakati atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Akad disepakati.
Huruf c sampai dengan huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Jaminan pihak ketiga antara lain dalam bentuk garansi berdasarkan prinsip syariah.
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Pembiayaan berdasarkan Salam paralel muncul pada saat Bank membeli barang untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah proyek infrastruktur dan atau hasil industri manufaktur.
Huruf b sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Pembiayaan Istishna’ paralel muncul pada saat Bank memesan barang untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Huruf a
Nasabah adalah termasuk nasabah produsen, pemasok atau penyedia.
Huruf b sampai dengan huruf f
Cukup jelas

Pasal 15
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat diambil manfaat sewa.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural sesuai kesepakatan dituangkan dalam Akad
Huruf e
Akad mewakilkan kepada nasabah di buatkan secara terpisah dari Akad Ijarah
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan IMBT adalah Ijarah dengan janji (wa’ad) yang mengikat pihak yang menyewakan untuk mengalihkan kepemilikan kepada penyewa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
           
Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Huruf a sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kondisi “nasabah tidak mampu” adalah ketidak mampuan nasabah terhadap hal-hal di luar kemampuan nasabah karena musibah bencana alam atau krisis perekonomian nasional yang ditetapkan sebagai krisis oleh pemerintah.
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Dalam rangka kehati-hatian pemberian pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat talangan dana komersial, Bank dapat meminta agunan kepada nasabah.

Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kerugian riil adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan oleh Bank dalam rangka penagihan hak Bank yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah. Huruf c sampai dengan huruf f
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Badan arbitrase syariah yang digunakan adalah badan arbitrase syariah yang berdomisili paling dekat dengan kantor Bank yang bersangkutan atau yang ditunjuk sesuai kesepakatan Bank dan nasabah.

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK IND