(Analisa/ Qodrat Al-Qadri) Rombongan Penulis Hukum "82 yang juga
merupakan kumpulan mahasiswa Fakultas Hukum UMSU dipimpin Farid Wajdi SH,
MHum, Faisal SH, MHum, dan Faizal S.Ag berfoto bersama Senior Editor War
Djamil SH saat berkunjung ke Harian Analisa, Medan, Senin (21/5).
Medan, (Analisa). Diantara isi koran yang menarik, termasuk berita
dari ranah hukum. Terkait berita hukum ada dua norma yang patut ditaati
media. Pertama, asas praduga tak besalah. Kedua, hindari berita yang
menghakimi atau trial by the press.
Begitu ungkap senior editor "Analisa" War Djamil SH di depan
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) yang tergabung dalam
Komunitas Penulis Hukum ’82, saat kunjungan mereka ke dapur Analisa, Senin
(21/5), dipimpin Dekan FH UMSU Farid Wajdi, SH, M.Hum, didampingi dosen
Faisal SH,M.Hum dan Faizal, S.Ag
Dua norma itu merupakan bagian dari yang tercantum dalam Kode Etik
Jurnalistik (KEJ). Artinya, dengan sangat tegas, media harus taat pada etika
profesi itu.
Liputan dari institusi penegak hukum, termasuk saat di depan sidang
pengadilan, sebelum berkekuatan hukum tetap, hendaknya media menerapkan asas
praduga tak bersalah.
Sejalan dengan itu, pemberitaan yang menjadi headline kiranya tidak
mengandung unsur menyatakan seseorang sudah bersalah. Jangan menghakimi dalam
pemberitaan.
"Menerapkan dua norma itu memang tidak mudah. Tetapi, juga tidaklah
sukar. Hal terpenting, sepanjang redaktur menerapkan tetap mengacu pada KEJ,
diyakini dua norma tersebut secara otomatis diterapkan dalam liputan terkait
hukum", ucap War Djamil dengan gamblang.
Kalau ditanya langkah persuasif untuk hal itu, jawabannya sederhana. Pemimpin
Redaksi atau Redaktur Pelaksana memberi penggarisan yang jelas kepada
redaktur rubrik, sehingga berita hukum diseleksi dengan wajar. Tidak perlu
disaring dengan ketat. Kalau etika profesi menjadi pedoman, seleksi itu
biasa-biasa saja.
Kalangan Kampus
Dari sisi lain, kata War Djamil, kalangan kampus diharapkan memberi
kontribusi untuk peningkatan penjabaran kemerdekaan pers itu. Maksudnya,
kemerdekaan pers yang menjadi milik pers dan publik itu, dimonitor oleh
publik.
Caranya, jika ada kurang tepat, kalangan kampus teristimewa dari Fakultas
Hukum ikut memberikan sumbangsih pemikiran. Boleh melalui tulisan atau
dilakukan melalui diskusi.
Pemikiran ataupun koreksi dari kampus cukup terhormat. Sebab, dari kalangan
intelektual memberikan saran untuk kebaikan. Ini makin memperkaya sumber daya
wartawan sekaligus meningkatkan penjabaran kemerdekaan pers yang juga
memproteksi publik.
"Semua pihak, tentu mengharapkan pemberitaan yang proporsional, termasuk
kritik. Meski pemberitaan terkait hukum selalu menarik perhatian, hendaknya
berita itu tidak melanggar hak privasi siapapun. Ini penting
diperhatikan", ucapnya.
Farid Wajdi mengatakan, tujuan kunjungan ini antara lain, para penulis ingin
mengetahui proses koran dan melihat fasilitas serta cara kerja wartawan. Dari
segi lain, adanya Hukum Pers di FH UMSU, erat kaitannya dalam penerapan
sejalan KEJ.
Rombongan yang terdiri dari Mahasiswa FH, FE, FK dan FKIP UMSU serta dari BEM
UMSU ini, mendapat kesempatan meninjau ruangan redaksi serta fasilitasi
penerimaan berita dari kantor berita "Antara", UPI, AFP dan Reuters
serta Xin Hua.
Tak lupa, mereka mendapat penjelasan tentang perkembangan media saat ini di
dalam dan luar negeri, termasuk format dan isi media.
Kepala rombongan diberikan cenderamata berupa buku Antologi Cerpen Rebana
terbitan "Analisa" yang merupakan kumpulan 23 cerpen terpilih yang
dibukukan "Analisa". (ns)
|
asekkk
BalasHapus