Sabtu, 24 Maret 2012

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/46/PBI/2005 TENTANG AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA


PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
GUBERNUR BANK INDONESIA

Menimbang:
a.      bahwa perbankan syariah harus senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat baik dari aspek finansial maupun kesesuaian terhadap prinsip syariah yang menjadi dasar operasinya;
b.      bahwa setiap pelaku dalam industri perbankan syariah, termasuk pengelola bank/pemilik dana/pengguna dana, serta otoritas pengawas harus memiliki kesamaan cara pandang terhadap Akad-Akad produk penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah;
c.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam Peraturan Bank Indonesia;

Mengingat:
1.      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Negara         Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);


MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH




BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini dengan:
1.      Bank adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.
2.      Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998;
3.      Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara Bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip Syariah;
4.      Wadi’ah adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
5.      Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
6.      Musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/ modal berdasarkan bagian dana/ modal masing-masing.
7.      Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.
8.      Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
9.      Istishna' adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
10. Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa;
11. Qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.



Pasal 2
(1)  Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana Bank wajib membuat Akad sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2)  Dalam Akad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditegaskan jenis transaksi syariah yang digunakan.
(3)  Transaksi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengandung unsur gharar, maysir, riba, zalim, risywah, barang haram dan maksiat.

BAB II
PERSYARATAN AKAD PENGHIMPUNAN
DAN PENYALURAN DANA

Bagian Pertama
Penghimpunan Dana

Pasal 3
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atau tabungan berdasarkan Wadi'ah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana titipan;
b.      dana titipan disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
c.      dana titipan dapat diambil setiap saat;
d.      tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
e.      Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.

Pasal 4
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib);
b.      Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan Akad Mudharabah dengan pihak lain;
c.      modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah nominalnya;
d.      nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening;
e.      pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam Akad pembukaan rekening.
f.       pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir bulan laporan.
g.      Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; dan
h.      Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Pasal 5
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana;
b.      dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
c.      pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah;
d.      pada Akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening;
e.      nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan;
f.       Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan atau deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;
g.      Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan
h.      Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Penyaluran Dana
Paragraf 1
Penyaluran Dana Berdasarkan Mudharabah dan Musyarakah

Pasal 6
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      Bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh, dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha;
b.      jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
c.      Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
d.      pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e.      dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai harus dinyatakan jumlahnya;
f.       dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar;
g.      pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
h.      Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha;
i.        nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
j.        nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;
k.      pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing);
l.        pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib sesuai dengan laporan hasil usaha dari usaha mudharib;
m.    dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha yang dibiayai Bank, maka berlaku ketentuan;
(i). nasabah bertindak sebagai mitra usaha dan mudharib;
(ii). atas keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha yang dibiayai tersebut, maka nasabah mengambil bagian keuntungan dari porsi modalnya, sisa keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara Bank dan nasabah;
n.      pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah;
o.      Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam Akad karena kelalaian dan/atau kecurangan.

Pasal 7
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Mudharabah muqayyadah (restricted investment) berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
a.      Bank bertindak sebagai agen penyalur dana investor (channelling agent) kepada nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk kegiatan usaha dengan persyaratan dan jenis kegiatan usaha yang ditentukan oleh investor;
a.      jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank;
b.      Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
c.      pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
d.      dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai dengan harga perolehan atau harga pasar;
e.      Bank sebagai agen penyaluran dana dapat menerima fee (imbalan) yang perhitungannya diserahkan kepada kesepakatan para pihak;
f.       pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati antara investor dan nasabah;
g.      Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor tidak menanggung risiko kerugian usaha yang dibiayai; dan
h.      investor sebagai pemilik dana Mudharabah muqayyadah menanggung seluruh risiko kerugian kegiatan usaha kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha.

Pasal 8
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;
b.      nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati;
c.      Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah untuk mengelola usaha;
d.      pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e.      dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan;
f.       jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
g.      biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan;
h.      pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
i.        Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian dari salah satu pihak;
j.        nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
k.      nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;
l.        pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung atau rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing);
m.    pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan keuangan nasabah;
n.      pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha; dan
o.      Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam Akad karena kelalaian dan atau kecurangan.


Paragraf 2
Penyaluran Dana Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna’

Pasal 9
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang.
b.      jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
c.      Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;
d.      dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank;
e.      Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah;
f.       Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang yang dibiayai Bank;
g.      kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak berubah selama periode Akad;
h.      Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional.
(2)  Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai
berikut :
a.      dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah;
b.      dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Pasal 10
(1)  Dalam pembiayaan Murabahah Bank dapat memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran hanya kepada nasabah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
(2)  Besar potongan Murabahah kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan dalam Akad dan diserahkan kepada kebijakan Bank.

Pasal 11
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.      Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b.      pembayaran harga oleh Bank kepada nasabah harus dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati
c.      pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan kewajiban nasabah kepada Bank ;
d.      alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
e.      Bank sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima;
f.       dalam rangka meyakinkan bahwa penjual dapat menyerahkan barang sesuai kesepakatan maka Bank dapat meminta jaminan pihak ketiga sesuai ketentuan yang berlaku; dan
g.      Bank hanya dapat memperoleh keuntungan atau kerugian pada saat barang yang dibeli Bank telah dijual kepada pihak lain, kecuali terdapat perubahan harga pasar terhadap harga perolehan, sebelum barang dijual kepada pihak lain.
(2)  Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka Bank memiliki pilihan untuk :
a.      membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana hak Bank;
b.      menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c.      meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula;
(3)  dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;
(4)  dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 12
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank sebagai pembeli dalam Akad Salam dapat membuat Akad Salam paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai penjual;
b.      kewajiban dan hak dalam kedua Akad Salam tersebut harus terpisah;
c.      Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Salam tidak boleh tergantung pada Akad Salam lainnya;
d.      Bank yang bertindak sebagai penjual dalam Akad Salam paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam Akad Salam tidak memenuhi Akad Salam;
e.      Bank menjual barang kepada nasabah pemesan dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
f.       pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati;
g.      dalam hal pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad Murabahah;
h.      pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan kewajiban Bank kepada nasabah;
i.        alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
j.        nasabah sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima;
k.      dalam rangka meyakinkan Bank dapat menyerahkan barang sesuai kesepakatan, maka nasabah dapat meminta jaminan pihak ketiga sesuai ketentuan yang berlaku.
(2)  Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah memiliki pilihan untuk:
a.      membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana hak nasabah;
b.      menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c.      meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula;
(3)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;
(4)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 13
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'  berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank menjual barang kepada nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b.      pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang nasabah kepada Bank;
c.      alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
d.      pembayaran oleh nasabah selaku pembeli kepada Bank dilakukan secara bertahap atau sesuai kesepakatan;
(2)  Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah memiliki pilihan untuk:
a.      membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana kepada Bank;
b.      menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c.      meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula;
(3)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara nasabah dengan Bank;
(4)  Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka nasabah tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 14
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna' paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank sebagai penjual dalam Akad Istishna’ dapat membuat Akad Istishna' paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai pembeli;
b.      kewajiban dan hak dalam kedua Akad Istishna’ tersebut harus terpisah;
c.      pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istishna’ tidak boleh tergantung pada Akad Istishna’ paralel atau sebaliknya;
d.      dalam hal Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam Akad Istishna' paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam Akad Istishna’ tidak memenuhi Akad Istishna’;
e.      Dalam hal pembayaran dilakukan secara angsuran, harus dilakukan secara proporsional.
(2)  Ketentuan Istishna’ berlaku pula pada Istishna’ Paralel sebagai berikut :
a.      Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b.      pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang nasabah kepada Bank;
c.      alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan;
d.      pembayaran oleh Bank selaku pembeli kepada nasabah dilakukan secara bertahap atau sesuai kesepakatan;
e.      dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga;
f.       dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka Bank tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).








Paragraf 3
Penyaluran dana berdasarkan Akad Ijarah, Ijarah muntahiya bitamlik
dan Qardh

Pasal 15
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi sewa menyewa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b.      objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka waktunya;
c.      Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang sewa sesuai kesepakatan;
d.      Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang sifatnya materiil dan struktural sesuai kesepakatan;
e.      Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan disewa oleh nasabah;
f.       nasabah wajib membayar sewa secara tunai, menjaga keutuhan barang sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan kesepakatan;
g.      nasabah tidak bertanggungjawab atas kerusakan barang sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah ;

Pasal 16
(1)  Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan berdasarkan Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut
a.      IMBT harus disepakati ketika Akad Ijarah ditandatangani dan kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Akad Ijarah dimaksud;
b.      pelaksanaan IMBT hanya dapat dilakukan setelah Akad Ijarah dipenuhi;
c.      Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa kepada nasabah berdasarkan hibah, pada akhir periode perjanjian sewa;
d.      pengalihan kepemilikan barang sewa kepada penyewa dituangkan dalam Akad tersendiri setelah masa Ijarah selesai;
(2)  Ketentuan Ijarah berlaku pula pada Akad IMBT sebagai berikut :
a.      Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b.      objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka waktunya;
c.      Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang sewa sesuai kesepakatan;
d.      Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang sifatnya materiil dan struktural sesuai kesepakatan;
e.      Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan disewa oleh nasabah;
f.       nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga keutuhan barang sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan kesepakatan;
g.      nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang sewa yangterjadi bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah;

Pasal 17
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi multijasa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenaga kerjaan dan kepariwisataan;
b.      dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee;
c.      besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.

Pasal 18
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pinjaman dana berdasarkan Qardh
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a.      Bank dapat memberikan pinjaman Qardh untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b.      nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok pinjaman Qardh yang diterima pada waktu yang telah disepakati;
c.      Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi sehubungan dengan pemberian pinjaman Qardh;
d.      nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada Bank selama tidak diperjanjikan dalam Akad;
e.      dalam hal nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati karena nasabah tidak mampu, maka Bank dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian atau menghapus buku sebagian atau seluruh pinjaman nasabah atas beban kerugian Bank;
f.       dalam hal nasabah digolongkan mampu dan tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka Bank dapat menjatuhkan sanksi kewajiban pembayaran atas kelambatan pembayaran atau menjual agunan nasabah untuk menutup kewajiban pinjaman nasabah;
g.      sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat sosial dapat berasal dari modal, keuntungan yang disisihkan dan dari dana infak;
h.      sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat talangan dana komersial jangka pendek (short term financing) diperbolehkan dari Dana Pihak Ketiga yang bersifat investasi sepanjang tidak merugikan kepentingan nasabah pemilik dana;

Bagian Ketiga
Ketentuan Ganti Rugi (Ta’widh)

Pasal 19
Ketentuan Ganti Rugi (Ta'widh) dalam Pembiayaan:
a.      Bank dapat mengenakan ganti rugi (ta`widh) hanya atas kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas kepada nasabah yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan Akad dan mengakibatkan kerugian pada Bank;
b.      Besar ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan Bank adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang berkaitan dengan upaya Bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah);
c.      ganti rugi hanya boleh dikenakan pada Akad Ijarah dan Akad yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti Salam, Istishna’ serta Murabahah, yang pembayarannya dilakukan tidak secara tunai;
d.      ganti rugi dalam Akad Mudharabah dan Musyarakah, hanya boleh dikenakan Bank sebagai shahibul maal apabila bagian keuntungan Bank yang sudah jelas tidak dibayarkan oleh nasabah sebagai mudharib;
e.      klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam Akad dan dipahami oleh nasabah; dan
f.       Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Bank dengan nasabah.

BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA BANK
DAN NASABAH

Pasal 20
(1)  Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diperjanjikan dalam Akad atau jika terjadi perselisihan di antara Bank dan Nasabah maka upaya penyelesaian dilakukan melalui musyawarah;
(2)  Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa atau badan arbitrase Syariah;
BAB IV
SANKSI

Pasal 21
(1)  Bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa:
a.      teguran tertulis;
b.      penurunan tingkat kesehatan; dan atau
c.      penggantian pengurus.
(2)  Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak melaksanakan pengawasan terkait dengan pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa:
a.      teguran tertulis; dan atau
b.      pencabutan izin usaha UUS.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22
Akad-Akad Bank yang telah jatuh tempo dan akan diperpanjang wajib disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal : 14 November 2005












GUBERNUR BANK INDONESIA,
BURHANUDDIN ABDULLAH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 124
DPbS
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK NDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG
MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
UMUM

Sejalan dengan perkembangan pesat industri perbankan syariah dimungkinkan pula adanya berbagai penafsiran dalam penyusunan Akad produk dan jasa bank syariah yang dapat menimbulkan iklim usaha yang kurang kondusif bagi bank syariah dan ketidak pastian bagi para pihak terkait dan stakeholders lainnya. Dengan demikian diperlukan pengaturan Akad penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Dengan adanya ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan yang pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat. Selain itu, kejelasan Akad akan membantu operasional bank sehingga menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak termasuk bagi pengawas dan auditor bank syariah. Ketentuan persyaratan minimum Akad ini disusun berpedoman kepada fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional dengan memberikan penjelasan penjelasan lebih rinci aspek teknis perbankan guna menyediakan landasan hukum yang cukup memadai bagi para pihak yang berkepentingan. Ketentuan persyaratan minimum Akad ini mengikuti proses yang berkesinambungan (evolving process) dengan memperhatikan perubahan dan perkembangan kondisi regulasi dan sistem perundangan yang berlaku Prinsip-prinsip umum yang diatur dalam ketentuan persyaratan minimum Akad ini meliputi antara lain prinsip transparansi produk dan jasa dalam upaya mewujudkan bank syariah yang penuh integritas dan amanah, asas keberlakuan secara universal sehingga bank syariah dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat, dan pengutamaan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah secara musyawarah, memenuhi rasa keadilan dan efisiensi biaya dalam penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase syariah.






PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai dengan angka 11
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jenis transaksi syariah yang maksud adalah
Wadi’ah, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’,
Ijarah dan Qardh.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan: "Gharar" adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan. "Maysir" adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untunguntungan atau spekulatif yang tinggi. "Riba" adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan ajaran Islam. "Zalim" adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan pihak lain. "Risywah" adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi.
"Barang haram dan maksiat" adalah barang atau fasilitas yang dilarang dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Huruf a sampai dengan huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "biaya operasional" adalah biaya yang berkaitan langsung dengan fasilitas pengelolaan rekening nasabah misalnya biaya kartu ATM, cetak buku/cek/bilyet giro, cetak laporan traksaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas




Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan Mudharabah dalam pengaturan pasal ini adalah Mudharabah mutlaqah.
Huruf b sampai dengan huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Harga pasar digunakan untuk barang yang telah dimiliki oleh Bank atau bukan pengadaan baru. Nasabah mengembalikan dana Bank sebesar nilai nominal yang ditetapkan berdasarkan nilai perolehan atau nilai pasar pada saat Akad.
Huruf g sampai dengan huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf m sampai dengan huruf o
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Huruf a sampai dengan huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf n dan huruf o
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari Akad Murabahah. Yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik Bank dalam wakalah pada Akad Murabahah adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan kuitansi pembelian.
Huruf e sampai dengan huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Angsuran secara proposional adalah angsuran yang ditetapkan Bank secara proposional antara harga pokok dan marjin, serta jangka waktu angsuran. Contoh :
_ Harga pokok mesin Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
_ Marjin Rp2.000.000,- (dua juta rupiah)
_ Jangka waktu angsuran = 12 (dua belas) bulan
_ Angsuran nasabah Rp12.000.000,-/12 = Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah)
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan membayar adalah nasabah yang kegiatan usahanya terkena dampak bencana alam atau krisis perekonomian yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah sebagai krisis nasional. Pemotongan kewajiban pembayaran ditetapkan berdasarkan kebijakan Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah hasil pertanian dan atau hasil tambang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pembayaran secara penuh pada saat Akad adalah pembayaran segera setelah Akad disepakati atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Akad disepakati.
Huruf c sampai dengan huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Jaminan pihak ketiga antara lain dalam bentuk garansi berdasarkan prinsip syariah.
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Pembiayaan berdasarkan Salam paralel muncul pada saat Bank membeli barang untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah proyek infrastruktur dan atau hasil industri manufaktur.
Huruf b sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Pembiayaan Istishna’ paralel muncul pada saat Bank memesan barang untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Huruf a
Nasabah adalah termasuk nasabah produsen, pemasok atau penyedia.
Huruf b sampai dengan huruf f
Cukup jelas

Pasal 15
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat diambil manfaat sewa.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural sesuai kesepakatan dituangkan dalam Akad
Huruf e
Akad mewakilkan kepada nasabah di buatkan secara terpisah dari Akad Ijarah
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan IMBT adalah Ijarah dengan janji (wa’ad) yang mengikat pihak yang menyewakan untuk mengalihkan kepemilikan kepada penyewa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
           
Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Huruf a sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kondisi “nasabah tidak mampu” adalah ketidak mampuan nasabah terhadap hal-hal di luar kemampuan nasabah karena musibah bencana alam atau krisis perekonomian nasional yang ditetapkan sebagai krisis oleh pemerintah.
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Dalam rangka kehati-hatian pemberian pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat talangan dana komersial, Bank dapat meminta agunan kepada nasabah.

Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kerugian riil adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan oleh Bank dalam rangka penagihan hak Bank yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah. Huruf c sampai dengan huruf f
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Badan arbitrase syariah yang digunakan adalah badan arbitrase syariah yang berdomisili paling dekat dengan kantor Bank yang bersangkutan atau yang ditunjuk sesuai kesepakatan Bank dan nasabah.

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK IND

Tidak ada komentar:

Posting Komentar